Politik Uang di Pemilu Buat Hati Senang

Politik Uang atau money politics sangat identik dengan dunia politik negara Indonesia, bahkan tidak mungkin bisa dipisahkan. Apalagi saat Pemilihan Umum atau pemilu, mulai dari pemilihan presiden dan wakilnya, gubernur, bupati hingga kepala desa. Tidak hanya di ranah tersebut, politik uang juga menjadikan pendidikan di negara kita tidak kunjug membaik. Mau masuk ke universitas ternama saja harus bersaing dalam penggelontoran dana, bukan dari kemampuan otak dan skill.

"Uang bisa membeli segalanya", sebuah penggalan kalimat yang sering terdengar di telinga. Saking seringnya, ucapan tersebut sudah terbenam di hati dan pikiran.

Mengapa politik uang bisa membuat hati anda senang?. Dalam hal ini, aku akan menghubungkan dengan persaingan partai politik dalam kampanye pemilu, karena disinilah orang bisa melihat dengan kasat mata betapa besarnya pengaruh uang untuk menjadi pemenang.

Walau pemilu masih setahun lagi, parpol tentu sudah punya perencanaan untuk menggaet masa sebanyak mungkin. Tim Sukses sudah dipersiapkan hingga ke daerah pedalaman menjelang kampanye nanti. Pendekatan-pendekatan yang diterapkan juga bervariasi, tapi dua titik tetap menjadi prioritas utama. Itu adalah 'sumbangan' entah itu berupa barang maupun uang tunai, dan 'hiburan' mulai dari mengundang artis ternama hingga mengadakan acara agama.

Politik Uang Pemilu

Sumbangan dan hiburan pasti membuat hati orang senang apalagi secara cuma-cuma. Hanya dengan embel-embel untuk mencoblos capres dan cawapres, mereka sudah dapat memanfaatkan sumbangan tersebut dan menikmati hiburan yang diadakan. Tanpa disadari mereka sudah menjilat ludah sendiri dan menjadi budak politik.

Setidaknya masyarakat Indonesia mengetahui kalau politik uang itu tidak baik, dan mayoritas mengerti dan memahami kalau politik uang itu merupakan bibit para koruptor.

Berpikir Sederhana:
Kalau salah satu kandidat calon presiden dan wakilnya sudah terpilih dan diresmikan. Apa yang akan mereka lakukan, apakah mereka akan bersungguh-sungguh melaksankan janji-janji murahan saat berkampanye. Ataukah mereka akan mengembalikan modal awal, maklum uang yang telah dikucurkan mencapai triliunan. -"masih adakah pedagang yang mau rugi"-.

Kembali ke topik, kalau sudah tahu begitu, mereka yang membenci politik uang dan mengutuk para koruptor, kok masih "mendukung polik uang". Bukankah sama saja mereka telah menjilat ludah sendiri dan menjadi orang munafik.

Politik Uang Diajarkan
Politik uang sudah menjadi kebiasaan yang dibenci tapi dinikmati masyarakat Indonesia. Buktinya, mereka tidak peduli mana yang halal dan haram, padahal jelas-jelas menikmati dan menggunakan suatu hal yang didapat dari sesuatu yang tidak baik adalah dosa.

Perhatikan paragraf ke-2 di atas, uang adalah segalanya dan politik uang telah terbenam di hati dan pikiran. Tanpa disadari ungkapan tersebut telah menjadi hal biasa, sehingga banyak yang lupa untuk mentelaah dan membedakan mana yang baik dan tidak.

Karena sudah menjadi kebiasaan, siklus politik uang akan terus berlangsung. Anak-anak secara tidak langsung telah mengenal politik uang sejak dini. Lambat tahun seiring perkembangannya, ia akan melihat dan mulai mengerti apa itu politik uang, bahkan mereka juga ikut berpartisipasi.

Untuk Indonesia Lebih Baik
Kita semua pasti ingin negara ini menjadi negara maju yang benar-benar merdeka. Jadi kalau pemilu nanti, mari dipelajari dulu riwayat hidup calon presiden dan wakil presiden, serta bagaimana kinerja partainya. Biar nanti kalau kinerja pemerintah tidak baik, anda tidak menyalahkan pemerintah melulu. Padahal jelas-jelas anda yang memilih, dan mayoritas ya asal memilih atau ngikut saja, kurang peduli terhadap Indonesia.

Siapa yang Salah?
Kalau dicari siapa yang salah, ya semuanya. Tapi karena politik uang sudah membudaya, mungkin tidak ada yang salah. Para peserta pemilu kalau tidak mempunyai dana yang besar, ya mana mungkin bisa menang. Begitupun masyarakatnya, tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah membuat mereka gampang tertarik. Selain itu, jadi teringat lirik lagu Bang Iwan Fals:

Uang adalah bahasa kalbu, santapan rohani para birokrat. Tentu saja tidak semuanya, tapi yang pasti banyak yang suka.

Wah wah sudah panjang banget keluhanku, padahal masih banyak lagi tapi sudah capek ngetiknya. Coretan nggak jelas alurnya ini gara-gara melihat kampanye pemilihan kepala desa di sekitar daerahku. Ya nggak jauh beda dengan pemilihan capres dan cawapres, yang beda cuma uangnya he he. Akhir kata, ambil sisi baik tulisanku dan renungkan kembali jika ada yang salah dengan pendapatku.
gabayar
Subscribe To Get Best Articles!

Jika menurut kalian artikel di blog ini berkualitas dan bermanfaat, silahkan berlangganan artikel terbaru melalui pesan masuk email anda secara gratis.

1 komentar:

  1. Anonim4/17/2013

    Plitik uang yaaa? Kenapa segala sesuatu harus di ukir lewat uang? Pak Desa Pak Desa

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak.