Dan uniknya, acara peringatan Dirgahayu HUT RI biasanya menjadi persaingan "yang paling megah dan meriah". Ya mulai dari antar RT, Desa, hingga Ibu Kota, termasuk stasiun TV yang nggak mau kalah. Dan konyolnya lagi, sering terjadi perselesihan, konflik, bahkan tawuran. Apakah begitu caranya menghormati para pahlawan dan tokoh yang telah berjasa membangun negeri ini dari zaman penjajahan hingga sekarang?.
Berikut ini dua puisi yang aku ambil dari Buku Pintu Gerbang MEA 2015 Harus Dibuka, semoga bisa membantu anda untuk lebih memahami makna hari kemerdekaan.
Puisi Panen
Berjurai dan berjurai-jurai
Tingkah padi menguning di tepi tikungan
Sawah menurun yang memalung lembah
Membuat aku bertanya:
Mengapa hatiku basah?
Burung-burung kecil menuliskan cericitnya
Pada angin, sebagai pujian Tanah Air
Berjurai padi, berjurai-jurai bersama angin
Dalam rinai doa air sungai
Dan ketika doa tunjam ke dasar
Kerbau yang berjasa meluku sawah
Pantaskah dijadikan kurban?
"Yang tak berkeringat tak boleh menang"
Suara yang selalu dibenarkan langit dan hujan
Tapi pada zaman kemustahilan
Hujan deras menangisi kenyataan
Di balik yang berjurai, berjurai-jurai
Ada yang mengajarku kembali membaca perih
Karena ada penyemai tidak berhak untuk menuai
Puisi Pahlawan
Ku kejar lagumu sampai ke palung lautan
bahasa tidak laku lagi di sini
karena nyanyian bukan hanya memanjakan ikan
Juga menerjemahkan ketulusan
dalam diamnya cangkang karang
Pada zaman pahlawan disimpan di laci
kulukis wajahmu dengan susunan padi
jagung dan kacang-kacangan
karena sejarah tak bisa diulang
Kalau dulu engkau kalah
aku sudah bertanya kepada pedang kepada senapan
Jawabannya, engkau tak kalah
Bahkan engkau sedang diperlukan sejarah
Zaman berjalan, tertatih dan sempoyongan
dalam asap hutan terbakar
Tapi engkau yang mengajarkan
agar aku tak punya waktu untuk mendengki
Tak punya waktu menjilet hati ibu pertiwi
Berjurai dan berjurai-jurai
Tingkah padi menguning di tepi tikungan
Sawah menurun yang memalung lembah
Membuat aku bertanya:
Mengapa hatiku basah?
Burung-burung kecil menuliskan cericitnya
Pada angin, sebagai pujian Tanah Air
Berjurai padi, berjurai-jurai bersama angin
Dalam rinai doa air sungai
Dan ketika doa tunjam ke dasar
Kerbau yang berjasa meluku sawah
Pantaskah dijadikan kurban?
"Yang tak berkeringat tak boleh menang"
Suara yang selalu dibenarkan langit dan hujan
Tapi pada zaman kemustahilan
Hujan deras menangisi kenyataan
Di balik yang berjurai, berjurai-jurai
Ada yang mengajarku kembali membaca perih
Karena ada penyemai tidak berhak untuk menuai
Puisi Pahlawan
Ku kejar lagumu sampai ke palung lautan
bahasa tidak laku lagi di sini
karena nyanyian bukan hanya memanjakan ikan
Juga menerjemahkan ketulusan
dalam diamnya cangkang karang
Pada zaman pahlawan disimpan di laci
kulukis wajahmu dengan susunan padi
jagung dan kacang-kacangan
karena sejarah tak bisa diulang
Kalau dulu engkau kalah
aku sudah bertanya kepada pedang kepada senapan
Jawabannya, engkau tak kalah
Bahkan engkau sedang diperlukan sejarah
Zaman berjalan, tertatih dan sempoyongan
dalam asap hutan terbakar
Tapi engkau yang mengajarkan
agar aku tak punya waktu untuk mendengki
Tak punya waktu menjilet hati ibu pertiwi
Baca dan pahami makna puisi di atas, peringatan hari kemerdekaan Indonesia 2016 jangan hanya dijadikan sebagai perayaan wah-wah, apalagi baku hantam. Tapi juga harus memahami ari merdeka, agar kedepannya bendera sang saka mera putih bisa berkibar tinggi. Agar hukum indonesia nggak terlalu sering miring, tegak berdiri terus.
Kalau bagiku, peringatan 17 Agustus ibarat membuat secangkir kopi buat pelanggan, ha ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak.