Senja kala itu menyuguhkan keindahan tidak seperti biasanya, terpancar cahaya merah berbaur orange mengiringi kepergian sang surya. Aku yang sedari tadi duduk di tengah pintu kosku yang terbuka dan memandang langit penuh rasa kagum, dan tanpa ku sadari posisi kakiku bersilah. Aku seharusnya meluruskan kedua kakiku, merenggangkan tiap otot yang terasa kaku seusai mencari tiap tetes keringat yang berharga. Keringat yang tidak hanya melindungi dari wabah penyakit, tetapi juga untuk menyehatkan pikiran dan hati yang setiap hari terisi oleh hitam putih dunia.
5.15 PM, aku berniat memanjakan diri dengan membasuh tubuhku dengan air yang menyegarkan. Sejenak sebelum aku berdiri, seorang gadis berseragam Madrasah Aliyah datang melintas di depan kedua mataku. Dia menghentikan langkah kakinya dan memandangku penuh keanehan dan tanda tanya, kemudian kau tinggalkan senyum manismu begitu saja. Kau pun berlalu, sedangkan aku masih bingung apa yang sedang terjadi. Tapi aku tidak mau larut memikirkannya, segera ku tepiskan dan beranjak melanjutkan niatku.
Sehari berlalu, tak ada sedikitpun waktu untuk memikirkan sang gadis karena sifatku yang selalu tidak peduli dengan cewek. Sebagai catatan, aku yang saat itu masih duduk di bangku sekolah kelas tiga SMA tak pernah mengenal apa itu cinta, bagaimana rasanya mencintai dan dicintai. Aku selalu bersikap cuek dan mengabaikan setiap cewek yang mencoba mendekatiku, mungkin aku terlalu sibuk dan menikmati kesendirianku. Aku juga tidak menghiraukan orang-orang berkata pa tentangku, nggak laku atau apalah, yang jelas aku bahagia.
Dua hari berselang, di hari minggu yang panas, aku kembali bertatap muka dengan sang gadis. Saat itu aku sedang membuka jendela kamarku, berharap sinar mentari akan membangunkan teman-temanku yang masih tertidur pulas, dan saat itu juga kau kembali melintas di samping kosku. Kali ini kau berjalan bersama teman-temanmu, dan seperti sebelumnya kau tinggalkan senyuman. Kau pun berhenti di pinggir jalan, menunggu angkutan umum yang mengantarkanmu ke sekolah, aku masih terpaku memandangmu walau kau berdiri membelakangiku.
Aku mulai merasakan hal aneh dalam diriku, sel otakku bekerja tidak pada porosnya, hatiku pun berdetak kencang mengiringi tiap irama jantungku. Aku berusaha untuk menetralkan keadaan, ku dengarkan lagu-lagu pop jadul yang tersua dari radio Merdeka FM dengan nada yang menentramkan hati. Semua itu hanya sesaat kala iklan radio disuarakan.
'Daripada bingung nggak menentu, lebih baik menjahili tema-temanku yang masih molor', gumamku dalam hati. Aku mulai melancarkan serangan dengan mengikat tali pada mereka satu sama lain, dan juga memberikan bedak dan coretan spidol di wajah mereka. Belum selesai misiku, mereka terbangun dan menyerangku balik, kami pun bertingkah layaknya anak SD. Tapi tak apalah, hidupku kembali normal jika berbagi canda-tawa dengan mereka.
Keesokan harinya. ..
'Siang yang membosankan, lebih baik ngopi daripada duduk di bangku sekolah', gerutuku sambil memandang teman-teman sekelasku yang membosankan, yang kebanyakan anak OSIS yang sok cool di hadapan para cewek. Aku pun meninggalkan dua pelajaran dan kembali ke kos lewat pintu rahasia, maklum aku termasuk kategori murid pemalas yang sering bolos. Aku tahu betul celah untuk keluar dari sekolah, selain itu juga kosku juga hanya berjarak beberapa meter.
Sesampainya di kos, ku rebahkan diri sejenak sambil mendengarkan lagu mancanegara EBS FM. Setengah jam berlalu, aku bangkit dan mengambil kunci motor temanku yang biasanya ditaruh di kamarku dan ku keluarkan moror supra x dari garasi. Baru setengah kerangka motor melewati pintu, aku terkejut karena sang gadis telah berdiri satu meter di depanku menunggu angkutan umum. Dia menoleh ke arahku dengan senyuman khasnya, aku jadi bingung seakan kedua tangan dan kakiku tidak bisa bergerak.
'Apa yang harus kulakukan, apakah aku harus mengantarkannya ataukah aku kembali bersikap cuek', keluhku. Hati kecilku pun berbisik, aku tak tega membiarkan paras cantiknya tersengat panasnya sinar mentari. Aku pun memaksakan diri untuk memenuhi isyarat hati, ku langkahkan kaki canggung mendekatinya.
"mmmm, mau nggak aku anterin ke sekolah", tanyaku to do point karena aku nggak bisa basa-basi.
"nggak usah mas", jawabnya singkat.
"memangnya mas mau kemana", sahut temannya.
"mau ngopi ke arah yang sama dengan sekolah kamu", aku menjawab dengan spontan, padahal warung yang aku tuju berbeda arah. Aku semakin bingung dengan hati dan pikiranku.
"ya kalau nggak repot, kita ikut numpang, he he", balas temannya sambil mencolek sang gadis dan dia pun menurut.
Aku pun akhirnya membonceng keduanya, mengantarkan ke sekolah. Sang gadis duduk di tengah, aku menjadi salah tingkah dan perasaanku pun bercampur aduk. Dalam perjalanan, tidak ada satu kata pun yang terlintas di antara kami, hingga sekitar 20 meter sebelum sampai di tujuan.
"kamu nggak sekolah tha?", suaranya yang merdu memecahkan keheningan suasana.
"emmm, sekolah kok, tadi memang kelasku pulangnya agak cepet", aku semakin bingung mengapa aku harus berbohong demi citra baikku di depannya.
Suasana pun kembali kaku, sampai ku hentikan motorku tepat di depan pintu gerbang sekolahnya. Keduanya turun dan mengucapkan terima kasih kepadaku, namun aku tak membalas ucapan tersebut karena bibirku tiba-tiba berkata tanpa kusadari "namamu siapa?". "xxxxx", sang gadis membalas dan diikuti dengan temannya. Aku pun langsung berpaling dan menyalakan mesin motorku, sang gadis kembali mengucakan terima kasihsambil tersenyum. Aku pun sontak membalasnya hanya dengan senyuman tipis tanpa berkata.
Di perjalanan ke warung kopi, ku lajukan kencang motorku berharap rasa gundahku menghilang bersama angin. Semua itu sia-sia, sesampainya di warung kopi aku terus memikirkannya. Aku mulai mengagumi para cantiknya, keelokan wajahnya dan senyum manisnya. Perasaan itu berkecambuk di setiap detik nafasku, tapi seenggaknya aku merasa agak lega karena sudah mengetahui namanya.
"Apakah ini yang dinamakan cinta, apakah ini rasanya jatuh cinta", itulah yang selalu menghantui pikiranku tapi selalu kutepiskan bahwa aku tidak jatuh cinta padanya, melainkan hanya mengaguminya.
Cerpen: Apakah ini Rasa Cinta ? To be continued.... .....
5.15 PM, aku berniat memanjakan diri dengan membasuh tubuhku dengan air yang menyegarkan. Sejenak sebelum aku berdiri, seorang gadis berseragam Madrasah Aliyah datang melintas di depan kedua mataku. Dia menghentikan langkah kakinya dan memandangku penuh keanehan dan tanda tanya, kemudian kau tinggalkan senyum manismu begitu saja. Kau pun berlalu, sedangkan aku masih bingung apa yang sedang terjadi. Tapi aku tidak mau larut memikirkannya, segera ku tepiskan dan beranjak melanjutkan niatku.
Sehari berlalu, tak ada sedikitpun waktu untuk memikirkan sang gadis karena sifatku yang selalu tidak peduli dengan cewek. Sebagai catatan, aku yang saat itu masih duduk di bangku sekolah kelas tiga SMA tak pernah mengenal apa itu cinta, bagaimana rasanya mencintai dan dicintai. Aku selalu bersikap cuek dan mengabaikan setiap cewek yang mencoba mendekatiku, mungkin aku terlalu sibuk dan menikmati kesendirianku. Aku juga tidak menghiraukan orang-orang berkata pa tentangku, nggak laku atau apalah, yang jelas aku bahagia.
Dua hari berselang, di hari minggu yang panas, aku kembali bertatap muka dengan sang gadis. Saat itu aku sedang membuka jendela kamarku, berharap sinar mentari akan membangunkan teman-temanku yang masih tertidur pulas, dan saat itu juga kau kembali melintas di samping kosku. Kali ini kau berjalan bersama teman-temanmu, dan seperti sebelumnya kau tinggalkan senyuman. Kau pun berhenti di pinggir jalan, menunggu angkutan umum yang mengantarkanmu ke sekolah, aku masih terpaku memandangmu walau kau berdiri membelakangiku.
Aku mulai merasakan hal aneh dalam diriku, sel otakku bekerja tidak pada porosnya, hatiku pun berdetak kencang mengiringi tiap irama jantungku. Aku berusaha untuk menetralkan keadaan, ku dengarkan lagu-lagu pop jadul yang tersua dari radio Merdeka FM dengan nada yang menentramkan hati. Semua itu hanya sesaat kala iklan radio disuarakan.
'Daripada bingung nggak menentu, lebih baik menjahili tema-temanku yang masih molor', gumamku dalam hati. Aku mulai melancarkan serangan dengan mengikat tali pada mereka satu sama lain, dan juga memberikan bedak dan coretan spidol di wajah mereka. Belum selesai misiku, mereka terbangun dan menyerangku balik, kami pun bertingkah layaknya anak SD. Tapi tak apalah, hidupku kembali normal jika berbagi canda-tawa dengan mereka.
Keesokan harinya. ..
'Siang yang membosankan, lebih baik ngopi daripada duduk di bangku sekolah', gerutuku sambil memandang teman-teman sekelasku yang membosankan, yang kebanyakan anak OSIS yang sok cool di hadapan para cewek. Aku pun meninggalkan dua pelajaran dan kembali ke kos lewat pintu rahasia, maklum aku termasuk kategori murid pemalas yang sering bolos. Aku tahu betul celah untuk keluar dari sekolah, selain itu juga kosku juga hanya berjarak beberapa meter.
Sesampainya di kos, ku rebahkan diri sejenak sambil mendengarkan lagu mancanegara EBS FM. Setengah jam berlalu, aku bangkit dan mengambil kunci motor temanku yang biasanya ditaruh di kamarku dan ku keluarkan moror supra x dari garasi. Baru setengah kerangka motor melewati pintu, aku terkejut karena sang gadis telah berdiri satu meter di depanku menunggu angkutan umum. Dia menoleh ke arahku dengan senyuman khasnya, aku jadi bingung seakan kedua tangan dan kakiku tidak bisa bergerak.
'Apa yang harus kulakukan, apakah aku harus mengantarkannya ataukah aku kembali bersikap cuek', keluhku. Hati kecilku pun berbisik, aku tak tega membiarkan paras cantiknya tersengat panasnya sinar mentari. Aku pun memaksakan diri untuk memenuhi isyarat hati, ku langkahkan kaki canggung mendekatinya.
"mmmm, mau nggak aku anterin ke sekolah", tanyaku to do point karena aku nggak bisa basa-basi.
"nggak usah mas", jawabnya singkat.
"memangnya mas mau kemana", sahut temannya.
"mau ngopi ke arah yang sama dengan sekolah kamu", aku menjawab dengan spontan, padahal warung yang aku tuju berbeda arah. Aku semakin bingung dengan hati dan pikiranku.
"ya kalau nggak repot, kita ikut numpang, he he", balas temannya sambil mencolek sang gadis dan dia pun menurut.
Aku pun akhirnya membonceng keduanya, mengantarkan ke sekolah. Sang gadis duduk di tengah, aku menjadi salah tingkah dan perasaanku pun bercampur aduk. Dalam perjalanan, tidak ada satu kata pun yang terlintas di antara kami, hingga sekitar 20 meter sebelum sampai di tujuan.
"kamu nggak sekolah tha?", suaranya yang merdu memecahkan keheningan suasana.
"emmm, sekolah kok, tadi memang kelasku pulangnya agak cepet", aku semakin bingung mengapa aku harus berbohong demi citra baikku di depannya.
Suasana pun kembali kaku, sampai ku hentikan motorku tepat di depan pintu gerbang sekolahnya. Keduanya turun dan mengucapkan terima kasih kepadaku, namun aku tak membalas ucapan tersebut karena bibirku tiba-tiba berkata tanpa kusadari "namamu siapa?". "xxxxx", sang gadis membalas dan diikuti dengan temannya. Aku pun langsung berpaling dan menyalakan mesin motorku, sang gadis kembali mengucakan terima kasihsambil tersenyum. Aku pun sontak membalasnya hanya dengan senyuman tipis tanpa berkata.
Di perjalanan ke warung kopi, ku lajukan kencang motorku berharap rasa gundahku menghilang bersama angin. Semua itu sia-sia, sesampainya di warung kopi aku terus memikirkannya. Aku mulai mengagumi para cantiknya, keelokan wajahnya dan senyum manisnya. Perasaan itu berkecambuk di setiap detik nafasku, tapi seenggaknya aku merasa agak lega karena sudah mengetahui namanya.
"Apakah ini yang dinamakan cinta, apakah ini rasanya jatuh cinta", itulah yang selalu menghantui pikiranku tapi selalu kutepiskan bahwa aku tidak jatuh cinta padanya, melainkan hanya mengaguminya.
Cerpen: Apakah ini Rasa Cinta ? To be continued.... .....
Jadi, itu toh perbedaan jatuh cinta dengan mengagumi???
BalasHapusCerita yang indah dan bagus...
trims bnget .. .y bnyak ank muda jman krg yg slah mngartikan cinta, suka & kagum
BalasHapusNumpang baca
BalasHapus